Bahan Ajar BKPBI (Kesatu)
Posted by Unknown
Posted on 07.32
with No comments
Program Khusus : BKPBI Non Bahasa
Standar Kompetensi : Mendeteksi bunyi-bunyi di sekitarnya dengan menggunakan alat bantu mendengar
(ABM) atau tanpa menggunakan ABM, sebatas sisa pendengaran anak.
Kompetensi Dasar : Menyadari ada dan tidak ada bunyi tertentu (lonceng) yang diperdengarkan langsung
secara terprogram.
Indikator :
Tujuan Pembelajaran :
Siswa mampu meningkatkan kepekaan fungsi pendengaran dan perasaan vibrasi untuk menyadari
ada dan tidak ada bunyi dengan menggunakan atau tanpa menggunakan ABM agar dapat
berkomunikasi dengan lingkungannya.
KEGIATAN:
• Guru menempatkan siswa sesuai dengan kondisi serta melakukan
pengecekan ABM (bila menggunakan) kemudian dilanjutkan dengan
percakapan, dimana hasil percakapan itu digunakan sebagai titik tolak respon
untuk materi yang akan dilaksanakan pada saat itu.
• Siswa memperhatikan dan mendengarkan bunyi yang diperdengarkan guru
dengan memanfaatkan semua inderanya (penglihatan, vibrasi, pendengaran)
secara klasikal maupun kelompok, kemudian siswa mereaksi ada atau tidak
ada bunyi yang diperdengarkan guru dengan memberikan respon berupa:
gerakan, membunyikan, mengucapkan kata, menuliskan kata, atau bermain
peran. Kegiatan ini dilanjutkan dengan mereaksi bunyi menggunakan indera
pendengaran saja.
• Guru melakukan pengamatan dari reaksi yang dilakukan siswa.
EVALUASI
• Guru memilih salah satu respon yang harus dilakukan anak untuk evaluasi.
• Siswa mereaksi bunyi yang diperdengarkan guru secara acak.
• Guru mengamati dan mencatat respon anak pada lembar pengamatan.
LEMBAR PENGAMATAN SISWA
Nama : ……………………………………………………
Kelas, semester : 1/1
Data Pendengaran : kanan: … dB kiri : … dB
ABM : Memakai/Tidak memakai Jenis : ………
Materi : ………………………………………………………….
Nilai Perolehan : …………………………………………………………
Catatan:
Reaksi benar nilai : 1
Reaksi salah nilai : 0
Respon siswa yang salah diisi pada kolom keterangan
LEMBAR PENGAMATAN SISWA
Nama : Greg
Kelas, semester : 1/1
Data Pendengaran : kanan: 90dB kiri : 110 dB
ABM : Memakai/Tidak memakai * Jenis :Belakang Telinga (BTE )**
Materi : Deteksi ada bunyi dan tidak ada bunyi lonceng.***
Nilai Perolehan : B
Catatan:
Reaksi benar nilai : 1
Reaksi salah nilai : 0
Rumus Perhitungan Prosentase Penilaian:
NILAI PEROLEHAN = Score Perolehan x 100%
Score maksimal
Kriteria Penilain
A : 90% - 100%
B : 70% - 89%
C : 55% - 69%
K : ≤ 54%
Dari nilai perolehan ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:
A : Siswa mampu mendeteksi bunyi lonceng dengan hasil sempurna
B: Siswa mampu mendeteksi bunyi lonceng dengan hasil baik.
C: Siswa mulai mampu mendeteksi bunyi lonceng
K: Siswa belum mampu mendeteksi bunyi lonceng
Standar Kompetensi : Mendeteksi bunyi-bunyi di sekitarnya dengan menggunakan alat bantu mendengar
(ABM) atau tanpa menggunakan ABM, sebatas sisa pendengaran anak.
Kompetensi Dasar : Menyadari ada dan tidak ada bunyi tertentu (lonceng) yang diperdengarkan langsung
secara terprogram.
Indikator :
10. Mampu memberikan reaksi ada bunyi lonceng dengan bertepuk tangan.Program Khusus : BKPBI Non Bahasa
11. Mampu memberikan reaksi tidak ada bunyi lonceng dengan melipat tangan.
12. Mampu memberikan reaksi ada bunyi lonceng dengan membunyikan lonceng.
13. Mampu memberikan reaksi tidak ada bunyi lonceng dengan diam saja.
14. Mampu memberikan reaksi ada bunyi lonceng dengan mengucapkan ada bunyi
15. Mampu memberikan reaksi tidak ada bunyi lonceng dengan mengucapkan tidak ada bunyi
16. Mampu memberikan reaksi ada bunyi lonceng dengan menuliskan ada bunyi.
17. Mampu memberikan reaksi tidak ada bunyi lonceng dengan menuliskan tidak ada bunyi.
18. Mampu memberikan reaksi ada bunyi lonceng dengan bermain peran pembeli es lilin.
Tujuan Pembelajaran :
Siswa mampu meningkatkan kepekaan fungsi pendengaran dan perasaan vibrasi untuk menyadari
ada dan tidak ada bunyi dengan menggunakan atau tanpa menggunakan ABM agar dapat
berkomunikasi dengan lingkungannya.
KEGIATAN:
• Guru menempatkan siswa sesuai dengan kondisi serta melakukan
pengecekan ABM (bila menggunakan) kemudian dilanjutkan dengan
percakapan, dimana hasil percakapan itu digunakan sebagai titik tolak respon
untuk materi yang akan dilaksanakan pada saat itu.
• Siswa memperhatikan dan mendengarkan bunyi yang diperdengarkan guru
dengan memanfaatkan semua inderanya (penglihatan, vibrasi, pendengaran)
secara klasikal maupun kelompok, kemudian siswa mereaksi ada atau tidak
ada bunyi yang diperdengarkan guru dengan memberikan respon berupa:
gerakan, membunyikan, mengucapkan kata, menuliskan kata, atau bermain
peran. Kegiatan ini dilanjutkan dengan mereaksi bunyi menggunakan indera
pendengaran saja.
• Guru melakukan pengamatan dari reaksi yang dilakukan siswa.
EVALUASI
• Guru memilih salah satu respon yang harus dilakukan anak untuk evaluasi.
• Siswa mereaksi bunyi yang diperdengarkan guru secara acak.
• Guru mengamati dan mencatat respon anak pada lembar pengamatan.
LEMBAR PENGAMATAN SISWA
Nama : ……………………………………………………
Kelas, semester : 1/1
Data Pendengaran : kanan: … dB kiri : … dB
ABM : Memakai/Tidak memakai Jenis : ………
Materi : ………………………………………………………….
Nilai Perolehan : …………………………………………………………
Catatan:
Reaksi benar nilai : 1
Reaksi salah nilai : 0
Respon siswa yang salah diisi pada kolom keterangan
LEMBAR PENGAMATAN SISWA
Nama : Greg
Kelas, semester : 1/1
Data Pendengaran : kanan: 90dB kiri : 110 dB
ABM : Memakai/Tidak memakai * Jenis :Belakang Telinga (BTE )**
Materi : Deteksi ada bunyi dan tidak ada bunyi lonceng.***
Nilai Perolehan : B
Catatan:
Reaksi benar nilai : 1
Reaksi salah nilai : 0
Rumus Perhitungan Prosentase Penilaian:
NILAI PEROLEHAN = Score Perolehan x 100%
Score maksimal
Kriteria Penilain
A : 90% - 100%
B : 70% - 89%
C : 55% - 69%
K : ≤ 54%
Dari nilai perolehan ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:
A : Siswa mampu mendeteksi bunyi lonceng dengan hasil sempurna
B: Siswa mampu mendeteksi bunyi lonceng dengan hasil baik.
C: Siswa mulai mampu mendeteksi bunyi lonceng
K: Siswa belum mampu mendeteksi bunyi lonceng
Strategi Pembelajaran Program Khusus Bina Diri Bagi Anak Tunagrahita
Posted by Unknown
Posted on 07.30
with No comments
Strategi Pembelajaran Program Khusus Bina Diri Bagi Anak Tunagrahita
Di Kutip Dari: Deded Koswara, M.M.Pd
A. A. Pendahuluan
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru beraneka ragam. Ada guru yang memulai kegiatannya dengan menunggu pertanyaan dari siswa, ada yang aktif memulai dengan
mengajukan pertanyaan kepada siswa, ada pula yang mulai dengan memberikan penjelasan materi yang akan diuraikan, dan ada yang memulai dengan mengulangi penjelasan tentang materi yang lalu, dikaitkan dengan pelajaran yang baru. Sebagian, ada yang melanjutkan dengan kegiatan menjawab dengan pertanyaan siswa, membentuk kelompok diskusi atau menggunakan program kaset untuk didengarkan bersama. Biasanya, kegiatan pembelajaran itu ditutup dengan tes atau rangkuman materi yang telah dijelaskan.
Setiap guru mempunyai cara sendiri untuk menentukan urutan kegiatan pembelajarannya. Setiap cara dipilih atas dasar keyakinan akan berhasil menggunakannya dalam mengajar. Pemilihan cara mengajar mungkin didasarkan atas intuisi, kepraktisan, atau mungkin pula atas dasar teori-teori tertentu.
Bagi seorang guru, kemampuan menyusun strategi pembelajaran merupakan modal utama dalam merencanakan kegiatan pembelajaran secara sistematis. Apa yang akan diajarkannya bukan saja harus relevan dengan kebutuhan peserta didik dan tujuan pembelajaran. Melainkan juga harus dapat dikuasai, dimiliki dengan baik oleh peserta didik yang diajarnya. Di samping itu, kegiatan pembelajaran juga harus menarik dan bervariasi.
Bagi seorang pengelola program pendidikan, kemampuan menyusun strategi pembelajaran sangat bermanfaat dalam menetapkan materi pelajaran, media, dan fasilitas yang dibutuhkan serta dalam menyarankan penggunaan metode pembelajaran yang lebih tepat kepada guru. Sedangkan bagi guru sebagai pengembang pembelajaran, kemampuan tersebut merupakan tulang punggung dalam menyusun bahan ajar atau membuat prototipe sistem/model pembelajaran.
B. Pengertian
Strategi pembelajaran berkenaan dengan pendekatan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran untuk menyampaikan materi atau isi pelajaran secara sistimatis, sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai/dimiliki oleh peserta didik dan dapat berlangsung secara efektif dan efesien. Untuk itu di dalam strategi pembelajaran terkandung empat unsur/komponen sebagai berikut :
1. Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan guru dalam menyampaikan isi pelajaran kepada peserta didik dan kegiatan peserta didik dalam merespons materi;
2. Metode pembelajaran, yaitu cara guru mengorganisasikan dan menyampaikan pelajaran, materi pelajaran dan mengorganisasikan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran
3. Media pembelajaran, peralatan dan bahan pembelajaran yang digunakan guru dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
4. Waktu yang digunakan oleh guru dan peserta didik untuk menyelesaikan setiap langkah dalam kegiatan pembelajaran;
Dengan demikian, strategi pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, metode pembelajaran, media dan bahan pelajaran, serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan perkataan lain, strategi pembelajaran dapat pula disebut sebagai cara sistimatis dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Strategi pembelajaran berkenaan dengan bagaimana (the how) menyampaikan isi pelajaran.
Rumusan strategi pembelajaran lebih dari sekedar urutan kegiatan dan metode pembelajaran saja. Di dalamnya terkandung pula media pembelajaran dan pembagian waktu untuk setiap langkah kegiatan tersebut.
C. Komponen Strategi Pembelajaran
Secara keseluruhan strategi pembelajaran terdiri dari empat komponen utama, yaitu :
1. Urutan kegiatan pembelajaran
Komponen Utama yang pertama, yaitu urutan kegiatan pembelajaran mengandung beberapa komponen, yaitu pendahuluan, penyajian dan penutup.
Komponen Pendahuluan terdiri atas tiga langkah sebagai berikut :
a. Penjelasan singkat tentang isi pelajaran.
b. Penjelasan relevansi isi pelajaran baru dengan pengalaman peserta didik, dan
c. Penjelasan tentang tujuan pembelajaran.
Komponen Penyajian juga terdiri atas tiga langkah, yaitu :
a. Uraian
b. Contoh dan
c. Latihan.
Komponen penutup terdiri atas dua langkah sebagai berikut :
a. Tes formatif dan umpan balik dan
b. Tindak lanjut.
Secara keseluruhan strategi pembelajaran terdiri dari empat komponen utama, yaitu :
1. Urutan kegiatan pembelajaran
Komponen Utama yang pertama, yaitu urutan kegiatan pembelajaran mengandung beberapa komponen, yaitu pendahuluan, penyajian dan penutup.
Komponen Pendahuluan terdiri atas tiga langkah sebagai berikut :
a. Penjelasan singkat tentang isi pelajaran.
b. Penjelasan relevansi isi pelajaran baru dengan pengalaman peserta didik, dan
c. Penjelasan tentang tujuan pembelajaran.
Komponen Penyajian juga terdiri atas tiga langkah, yaitu :
a. Uraian
b. Contoh dan
c. Latihan.
Komponen penutup terdiri atas dua langkah sebagai berikut :
a. Tes formatif dan umpan balik dan
b. Tindak lanjut.
2. Metode pembelajaran
Komponen Utama yang Kedua, yaitu metode pembelajaran, terdiri atas berbagai macam metode yang dapat digunakan dalam setiap langkah pada urutan kegiatan pembelajaran. Setiap langkah tersebut mungkin menggunakan satu atau beberapa metode, tetapi mungkin pula beberapa langkah menggunakan metode yang sama
Metode pembelajaran harus mampu menghantarkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran dengan cara-cara yang tepat sehingga memberi kemudahan peserta didik dalam belajarnya. Selain itu fungsi metode dalam pembelajaran akan optimal apabila di dalam penggunaannya mampu memberikan kesenangan atau kegembiraan bagi peserta didik.
3. Media
Komponen Utama yang Ketiga, yaitu media pembelajaran, berupa media cetak, dan atau media non cetak seperti misalnya media Audio Visual yang dapat digunakan pada setiap langkah kegiatan pembelajaran, seperti halnya penggunaan metode pembelajaran, mungkin beberapa media digunakan pada suatu langkah atau satu media digunakan untuk beberapa langkah kegiatan pembelajaran
4. Bahan pelajaran
5. Waktu yang digunakan pengajar.
D. Menyusun Strategi Pembelajaran.........................Komponen Utama yang Kedua, yaitu metode pembelajaran, terdiri atas berbagai macam metode yang dapat digunakan dalam setiap langkah pada urutan kegiatan pembelajaran. Setiap langkah tersebut mungkin menggunakan satu atau beberapa metode, tetapi mungkin pula beberapa langkah menggunakan metode yang sama
Metode pembelajaran harus mampu menghantarkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran dengan cara-cara yang tepat sehingga memberi kemudahan peserta didik dalam belajarnya. Selain itu fungsi metode dalam pembelajaran akan optimal apabila di dalam penggunaannya mampu memberikan kesenangan atau kegembiraan bagi peserta didik.
3. Media
Komponen Utama yang Ketiga, yaitu media pembelajaran, berupa media cetak, dan atau media non cetak seperti misalnya media Audio Visual yang dapat digunakan pada setiap langkah kegiatan pembelajaran, seperti halnya penggunaan metode pembelajaran, mungkin beberapa media digunakan pada suatu langkah atau satu media digunakan untuk beberapa langkah kegiatan pembelajaran
4. Bahan pelajaran
5. Waktu yang digunakan pengajar.
Sarana BKPBI
Posted by Unknown
Posted on 07.27
with No comments
E. Sarana BKPBI
Dalam melaksanakan BKPBI dibutuhkan sarana antara lain:1. Ruang untuk kegiatan pembelajaran BKPBI sebaiknya dilengkapi dengan
medan pengantar bunyi (sistem looping).
2. Perlengkapan latihan BKPBI terdiri atas:
a) Alat sebagai sumber bunyi
• Alat nonelektronik : lonceng, kentongan, gamelan, dan lainlain.
• Alat elektronik : tape recorder, salon, organ, piano, dan lainlain.
b) Alat penunjang latihan
• Alat ini digunakan sebagai alat peraga ketika siswa merespon bunyi.
Contoh : topeng, selendang, caping, kuda lumping.
3. Tenaga khusus pelaksana BKPBI hendaknya memenuhi beberapa
persyaratan, antara lain memiliki latar belakang pendidikan guru anak
tunarungu, memiliki dasar pengetahuan tentang musik, dan memiliki
kreativitas dalam bidang seni tari dan musik.
Sarana BKPBI diatas idealnya dimiliki oleh setiap SLB B, namun apabila belum
tersedia, pelaksanaan BKPBI harus tetap berjalan dengan menggunakan peralatan
yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Yang perlu diingat adalah
tahap-tahap pelaksanaan.
A. Pelaksanaan BKPBI
1. Bahan Ajar Kesatu
Program Khusus : BKPBI Non Bahasa Standar
Kompetensi : Mendeteksi bunyi-bunyi di sekitarnya dengan menggunakan alat bantu mendengar (ABM)
atau tanpa menggunakan ABM, sebatas sisa pendengaran anak.
Kompetensi Dasar : Menyadari ada dan tidak ada bunyi tertentu (lonceng) yang diperdengarkan langsung secara terprogram.
Indikator :
1. Mampu memberikan reaksi ada bunyi lonceng dengan bertepuk tangan.
2. Mampu memberikan reaksi tidak ada bunyi lonceng dengan melipat tangan.
3. Mampu memberikan reaksi ada bunyi lonceng dengan membunyikan lonceng.
4. Mampu memberikan reaksi tidak ada bunyi lonceng dengan diam saja.
5. Mampu memberikan reaksi ada bunyi lonceng dengan mengucapkan ada bunyi
6. Mampu memberikan reaksi tidak ada bunyi lonceng dengan mengucapkan tidak ada bunyi
7. Mampu memberikan reaksi ada bunyi lonceng dengan menuliskan ada bunyi.
8. Mampu memberikan reaksi tidak ada bunyi lonceng dengan menuliskan tidak ada bunyi.
9. Mampu memberikan reaksi ada bunyi lonceng dengan bermain peran pembeli es lilin.
Tujuan Pembelajaran :
Siswa mampu meningkatkan kepekaan fungsi pendengaran dan perasaan vibrasi untuk menyadari
ada dan tidak ada bunyi dengan menggunakan atau tanpa menggunakan ABM agar dapat
berkomunikasi dengan lingkungannya.
KEGIATAN:
• Guru menempatkan siswa sesuai dengan kondisi serta melakukan pengecekan ABM (bila menggunakan) kemudian dilanjutkan dengan percakapan, dimana hasil percakapan itu digunakan sebagai titik tolak respon
untuk materi yang akan dilaksanakan pada saat itu.
• Siswa memperhatikan dan mendengarkan bunyi yang diperdengarkan guru dengan memanfaatkan semua inderanya (penglihatan, vibrasi, pendengaran) secara klasikal maupun kelompok, kemudian siswa mereaksi ada atau tidak ada bunyi yang diperdengarkan guru dengan memberikan respon berupa: gerakan, membunyikan, mengucapkan kata, menuliskan kata, atau bermain peran. Kegiatan ini dilanjutkan dengan mereaksi bunyi menggunakan indera pendengaran saja.
• Guru melakukan pengamatan dari reaksi yang dilakukan siswa.
EVALUASI
• Guru memilih salah satu respon yang harus dilakukan anak untuk evaluasi.
• Siswa mereaksi bunyi yang diperdengarkan guru secara acak.
• Guru mengamati dan mencatat respon anak pada lembar pengamatan.
LEMBAR PENGAMATAN SISWA
Nama : ……………………………………………………
Kelas, semester : 1/1
Data Pendengaran : kanan: … dB kiri : … dB
ABM : Memakai/Tidak memakai Jenis : ………
Materi : ………………………………………………………….
Nilai Perolehan : …………………………………………………………
Catatan:
Reaksi benar nilai : 1
Reaksi salah nilai : 0
Respon siswa yang salah diisi pada kolom keterangan
Bekasi .......................2010
Guru BKPBI
Basuki Rakhmat, S.Pd
Menyiapkan Anak Autis
Posted by Unknown
Posted on 07.23
with No comments
Judul Asli : Menyiapkan Anak Autis
oleh : UNTUNG S. DRAZAT:
[dikutip dari Rubrik PROFESI, Majalah d’Maestro, edisi Juni 2004]
Suasana riuh memenuhi ruang kelas berukuran sekitar 50 meter persegi itu. Murid-murid yang hanya terdiri dari 10 orang itu berebut memberikan penilaian terhadap target mingguan teman-temannya. Suasana makin heboh karena ada seorang murid yang tidak terima dengan penilaian teman-temannya.
Adu argumentasi pun terjadi. Sang guru dengan berbagai jurus pendekatan, mencoba memberi penjelasan kepada si murid kenapa ia tidak mencapai target untuk ”tidak memancing perhatian teman-teman di kelas”. Tetapi, si murid tetap bersikeras tidak melakukan hal-hal yang memancing perhatian. Bahwa perbuatan membuka diari sebelum waktunya tidak membuat teman-temannya mengalihkan perhatian kepadanya. Akhirnya adu argumentasi diakhiri, dan kata sepakat didapati. Si murid dianggap tetap dinilai mencapai target, tetapi diminta untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Begitulah keseharian yang dihadapi Untung S. Drazat. Murid-murid yang dihadapi guru kelahiran Cirebon, 33 tahun lalu itu memang bukan seperti umumnya anak-anak lain. Mereka adalah anak-anak yang mengalami kesulitan belajar atau learning disablitity (LD) karena mengalami dyslexia, dysgraphia, dan dyscalculia, menyandang attention deficit disorders (ADD) atau attention deficit hyperactivitiy disorders (ADHD), dan autisme.
”Mereka adalah anak-anak yang mengalami gangguan perhatian, tidak bisa fokus ke satu hal. Belum selesai mempersepsi, memahami satu objek, perhatian mereka sudah pindah ke objek lain. Karena masalah perhatiannya ini, mereka mengalami gangguan dalam mempersepsi. Hal ini menyebabkan pemahamaannya terbatas dan tidak utuh. Akhirnya, banyak pelajaran tertinggal. Mengingat pemahaman itu melalui proses melihat, mendengar, meraba. Padahal di kelas, pengalaman paling banyak diperoleh melalui melihat, mendengar, dan melakukan. Dan, itu yang sangat minim pada mereka,” papar Untung, yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala SD Pantara.
Menurut pria yang gemar membaca dan browsing ini, hambatan dalam mempersepsi dan memahami suatu peristiwa secara utuh itulah yang menyebabkan murid yang tadi protes; ia sulit memahami bahwa perbuatannya, yang tergesa-gesa membuka diari, membuat perhatian teman-temannya beralih dan terganggu. ”Jadi, mereka kadang-kadang hanya ingat ujungnya saja. Misalnya, ada seorang murid mengganggu temannya, dan karena kesal si temannya menonjok dia. Lalu murid ini mengadu kepada guru bahwa ia ditonjok temannya. Ia tidak sepenuhnya paham kalau ia ditonjok justru karena mengganggu teman,” papar pria yang sudah menangani anak-anak berkesulitan belajar sejak tahun 1997.
Tepatnya,Untung menangani mereka sejak masih kuliah di IKIP Bandung. ”Ketika itu saya menjadi salah satu guru pembimbing di pusat terapi milik dosen saya, Bapak Sugiarmin. Itulah awal saya berkenalan dengan bidang LD, dan saya langsung tertarik untuk terus mendalami karena ada tantangan” kenang Untung. ”Saya suka dengan dunia anak-anak yang ’tiba-tiba’, ’ajaib’, dan spontan. Hampir semua anak di sini punya kelebihan; ada yang hafal nama-nama jalan di Jakarta, ada yang memiliki photographic memory, sehingga dia mengingat detail sebuah objek seakan-akan melihat foto, dan sebgian mereka IQ-nya di atas rata-rata. Ini yang membuat saya tertantang: kenapa anak-anak yang punya kelebihan itu prestasinya tidak bisa berkembang sesuai potensinya, bagaimana menyiasati faktor gangguan penyerta tersebut?” tambahnya.
oleh : UNTUNG S. DRAZAT:
[dikutip dari Rubrik PROFESI, Majalah d’Maestro, edisi Juni 2004]
Siang itu suasana kelas V di SD Pantara di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sangat meriah. Saat itu adalah sesi akhir kegiatan belajar hari itu, saatnya mengevaluasi target capaian murid yang dirumuskan sendiri oleh masing-masing murid setiap minggunya.
Suasana riuh memenuhi ruang kelas berukuran sekitar 50 meter persegi itu. Murid-murid yang hanya terdiri dari 10 orang itu berebut memberikan penilaian terhadap target mingguan teman-temannya. Suasana makin heboh karena ada seorang murid yang tidak terima dengan penilaian teman-temannya.
Adu argumentasi pun terjadi. Sang guru dengan berbagai jurus pendekatan, mencoba memberi penjelasan kepada si murid kenapa ia tidak mencapai target untuk ”tidak memancing perhatian teman-teman di kelas”. Tetapi, si murid tetap bersikeras tidak melakukan hal-hal yang memancing perhatian. Bahwa perbuatan membuka diari sebelum waktunya tidak membuat teman-temannya mengalihkan perhatian kepadanya. Akhirnya adu argumentasi diakhiri, dan kata sepakat didapati. Si murid dianggap tetap dinilai mencapai target, tetapi diminta untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Begitulah keseharian yang dihadapi Untung S. Drazat. Murid-murid yang dihadapi guru kelahiran Cirebon, 33 tahun lalu itu memang bukan seperti umumnya anak-anak lain. Mereka adalah anak-anak yang mengalami kesulitan belajar atau learning disablitity (LD) karena mengalami dyslexia, dysgraphia, dan dyscalculia, menyandang attention deficit disorders (ADD) atau attention deficit hyperactivitiy disorders (ADHD), dan autisme.
”Mereka adalah anak-anak yang mengalami gangguan perhatian, tidak bisa fokus ke satu hal. Belum selesai mempersepsi, memahami satu objek, perhatian mereka sudah pindah ke objek lain. Karena masalah perhatiannya ini, mereka mengalami gangguan dalam mempersepsi. Hal ini menyebabkan pemahamaannya terbatas dan tidak utuh. Akhirnya, banyak pelajaran tertinggal. Mengingat pemahaman itu melalui proses melihat, mendengar, meraba. Padahal di kelas, pengalaman paling banyak diperoleh melalui melihat, mendengar, dan melakukan. Dan, itu yang sangat minim pada mereka,” papar Untung, yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala SD Pantara.
Menurut pria yang gemar membaca dan browsing ini, hambatan dalam mempersepsi dan memahami suatu peristiwa secara utuh itulah yang menyebabkan murid yang tadi protes; ia sulit memahami bahwa perbuatannya, yang tergesa-gesa membuka diari, membuat perhatian teman-temannya beralih dan terganggu. ”Jadi, mereka kadang-kadang hanya ingat ujungnya saja. Misalnya, ada seorang murid mengganggu temannya, dan karena kesal si temannya menonjok dia. Lalu murid ini mengadu kepada guru bahwa ia ditonjok temannya. Ia tidak sepenuhnya paham kalau ia ditonjok justru karena mengganggu teman,” papar pria yang sudah menangani anak-anak berkesulitan belajar sejak tahun 1997.
Tepatnya,Untung menangani mereka sejak masih kuliah di IKIP Bandung. ”Ketika itu saya menjadi salah satu guru pembimbing di pusat terapi milik dosen saya, Bapak Sugiarmin. Itulah awal saya berkenalan dengan bidang LD, dan saya langsung tertarik untuk terus mendalami karena ada tantangan” kenang Untung. ”Saya suka dengan dunia anak-anak yang ’tiba-tiba’, ’ajaib’, dan spontan. Hampir semua anak di sini punya kelebihan; ada yang hafal nama-nama jalan di Jakarta, ada yang memiliki photographic memory, sehingga dia mengingat detail sebuah objek seakan-akan melihat foto, dan sebgian mereka IQ-nya di atas rata-rata. Ini yang membuat saya tertantang: kenapa anak-anak yang punya kelebihan itu prestasinya tidak bisa berkembang sesuai potensinya, bagaimana menyiasati faktor gangguan penyerta tersebut?” tambahnya.
Bahan Ajar Program Khusus BKPBI
Posted by Unknown
Posted on 07.18
with No comments
A. Pengertian
Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama bukan merupakan suatu bidang studi khusus, namun merupakan suatu proses penilaian untuk memperoleh gambaran terhadap performa siswa dalam mendeteksi dan memahami bunyi. Hyde (1991) mengemukakan bahwa kegiatan BKPBI dapat dibedakan dalam : 1) asesmen kemampuan dengar (hearing assessment) yang dipresentasikan oleh audiogram sebagai hasil pengukuran klinis serta terkait dengan pemilihan alat bantu mendengar yang sesuai dan 2) keterampilan menyimak/mendengarkan (listening skill) yang berkaitan dengan seberapa jauh penyandang tunarungu masih bisa memanfaatkan pendengarannya untuk mempersepsi dan memahami bunyi-bunyi terutama bunyi cakupan/wicara dalam lingkungan hidup yang wajar.
Mengingat BKPBI tertuang dalam struktur kurikulum sebagai program khusus dalam pendidikan anak tunarungu serta dengan memperhatikan uraian Hyde di atas, maka konsekuensi logis dalam persekolahan tunarungu selayaknya dilakukan pemeriksaan pendengaran secara periodik untuk mengetahui tingkat kehilangan pendengaran anak. Dengan latihan-latihan keterampilan menyimak atau mendengarkan diharapkan syaraf-syaraf pendengaran yang tidur (letargik) akan menjadi lebih peka terhadap rangsangan bunyi. Hal ini senada dengan pendapat Subarto (1993: 66) : “Yang dimaksud dengan BKPBI ialah pembinaan dalam penghayatan bunyi yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja, sehingga sisa-sisa pendengaran dan perasaan vibrasi yang dimiliki anak-anak tunarungu dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk berintegrasi dengan dunia sekelilingnya yang penuh bunyi”.
Pembinaan secara sengaja yang dimaksud adalah bahwa pembinaan itu dilakukan secara terprogram; tujuan, jenis pembinaan, metode yang digunakan dan alokasi waktunya sudah ditentukan sebelumnya. Sedangkan pembinaan secara tidak sengaja adalah pembinaan yang spontan karena anak bereaksi terhadap bunyi latar belakang yang hadir pada situasi pembelajaran di kelas, seperti bunyi motor, bunyi helikopter atau halilintar, kemudian guru membahasakannya. Misalnya, “Oh kalian dengar suara motor ya ? Suaranya ‘brem... brem... brem...’ benar begitu ?”. Kemudian guru mengajak anak menirukan bunyi helikopter dan kembali meneruskan pembelajaran yang terhenti karena anak bereaksi terhadap bunyi latar belakang tadi.